Abul Qosim Al-Junayd bin Muhammad bin Al-Junayd Al-Baghdadi

Abul Qosim Al-Junayd bin Muhammad bin Al-Junayd Al-Baghdadi 1
Dia diterima oleh kaum Zhahiriyah dan kaum Bathiniyah. Dia menguasai setiap cabang ilmu dan membicarakan theology, fiqih, dan etika. Dia pengikut Tsawri. Ujaran-ujarannya bermutu tinggi dan keadaan batinnya sempurna, sehingga semua Sufi sepakat mengakui kepemimpinannya. Ibunya adalah saudara perempuan Sari Saqothi dan Junayd adalah murid Sari. Suatu hari Sari ditanya apakah tingkatan seorang murid kadang kala lebih tinggi daripada tingkatan pembimbing ruhaninya. Dia menjawab, “Ya, ada bukti yang jelas tentang ini ; Tingkatan Junayd di atas tingkatanku.” Adalah kerendahan hati dan pandangan bathin Sari yang menyebabkannya mengatakan demikian. Orang tahu bahwa Junayd menolak berbicara kepada murid-muridnya selama Sari masih hidup, hingga pada suatu malam dia bermimpi Rasulullah bersabda kepadanya ; “Wahai Junayd, berbicaralah kepada orang banyak, karena Allah telah membuat kata-katamu sarana untuk menyelamatkan manusia.” Ketika bangun, terpikir olehnya bahwa tingkatannya mengungguli tingkatan Sari, karena Rasul telah memerintahkannya untuk berkhotbah. Ketika fajar menyingsing, Sari mengutus seorang murid kepada Junayd dengan pesan sebagai berikut ; “Engkau tak bakal berbicara kepada murid-muridmu tatkala mereka mendesakmu untuk melakukan demikian, dan engkau menolak perantaraan syaikh-syaikh di Baghdad, serta permintaanku sendiri. Nah, karena Rasul telah memerintahkanmu, taatilah perintah-perintahnya.” Junayd berkata, “Hanyalan itu tak ada dalam otakku. Aku paham bahwa Sari mengenal baik pikiran-pikiran lahir dan bathinku, bahwa tingkatannya lebih tinggi daripada tingkatanku karena dia mengenal baik pikiran-pikiranku yang tersembunyi, sedangkan aku tak mengetahui keadaannya. Aku dating kepadanya dan minta maaf, dan bertanya kepadanya bagaimana dia tahu bahwa aku telah bermimpi tentang Rasulullah. Dia menjawab ; “Aku bermimpi menemui Tuhan yang memberitahuku bahwa Dia telah mengutus Rasul untuk menyuruhmu berkhotbah.” Kisah ini mengandung petunjuk yang jelas bahwa pembimbing ruhani dalam setiap hal mengenal pengalaman-pengalaman bathin murid-murid mereka.

Diriwayatkan bahwa dia berkata ; “Pembicaraan nabi-nabi memberikan keterangan mengenai kehadiran (hudhur), sementara pembicaraan wali-wali (shiddiqin) mengisyaratkan kontemplasi (musyahadat).” Keterangan yang benar diturunkan dari penglihatan dan tidak mungkin memberikan keterangan tentang sesuatu yang memang tidak disaksikan, sementara isyarat mengandung perujukan kepada sesuatu yang lain. Karena itu, kesempurnaan dan tujuan akhir wali-wali adalah permulaan keadaan nabi-nabi. Perbedaan antara nabi dan wali, dan keunggulan nabi terhadap wali, adalah sangat jelas, meskipun dua aliran yang menyimpang itu menyatakan bahwa keadaan wali-wali melampaui keadaan nabi-nabi. Diriwayatkan bahwa dia berkata ; “Aku berhasrat ingin bertemu Iblis. Suatu hari, ketika aku sedang berdiri di masjid, seorang tua masuk lewat pintu dan memandang ke arahku. Ketakutan merenggut hatiku. Ketika dia mendekat, aku berkata kepadanya, “Siapakah engkau? Karena aku tak tahan melihatmu, atau berpikir tentang dirimu. Dia menjawab, “Akulah yang ingin kau lihat.” Aku berseru, “Wahai yang terkutuk! Mengapa engkau tak mau tunduk kepada Adam?” Dia menjawab, “Wahai Junayd, bagaimana engkau bisa membayangkan bahwa aku harus tunduk kepada siapapun kecuali Tuhan?” Aku heran pada ucapannya ini, tapi sebuah suara diam-diam berbisik ; ”Katakan kepadanya, engkau dusta. Kalau kau telah menjadi seorang hamba yang taat, engkau tak akan mendurhakai perintah-Nya.” Iblis mendengar suara dalam hatiku ini. Dia berteriak dan berkata, “Demi Tuhan, engkau telah membakarku!” Dan lenyap.” Kisah ini menunjukkan bahwa Tuhan menjaga wali-wali-Nya dalam segala keadaan dari godaan setan. Salah seorang murid Junayd menaruh dendam kepadanya dan setelah meninggalkannya, suatu hari kembali lagi dengan maksud mengujinya. Junayd waspada akan hal ini dan berkata dalam menjawab pertanyaannya ; “Apakah engkau menghendaki jawaban lahiriah atau jawaban ruhaniyah?” sang murid berkata ; “Kedua-duanya.” Junayd berkata ; “Jawaban lahiriah ialah kalau engkau telah menguji dirimu sendiri, tentu engkau tak perlu mengujiku. Jawaban ruhaniyah ialah aku menjauhkan engkau dari kewalianmu.” Langsung wajah sang murid menjadi kelam. Dia berseru, “Nikmat kepastian (yaqin) lenyap dari hatiku, “ dan buru-buru minta diampuni dan menyingkirkan kebanggaan dirinya yang tolol. Junayd berkata kepadanya ; “Apakah engkau tidak tahu bahwa wali-wali Allah mempunyai kekuatan-kekuatan tersembunyi? Engkau tak dapat menahan kekuatan-kekuatan mereka.” Dia jengkel kepada sang murid, yang secepatnya mengurungkan maksud semula sang murid yang menyesal telah mengecam syaikh-syaikh. 

dikutip dari Kasyful Mahjub "Al-Hujwiri"
Suara Tokoh21
Suara Tokoh Updated at: 8:37 AM
Abul Qosim Al-Junayd bin Muhammad bin Al-Junayd Al-Baghdadi | Suara Tokoh | 5