Beliau adalah seorang yang alim dalam semua ilmu – hukum, praktis, dan teoritis dan menyusun banyak karangan tentang berbagai cabang tasawuf. Dia bersahabat dengan Ibrahim bin Adham dan banyak Syaikh yang lain. Diriwayatkan bahwa dia berkata: “Tuhan telah membuat orang saleh hidup dalam kematiannya, dan telah membuat orang durjana mati selama hidupnya” yakni meskipun mati, orang saleh tetap hidup, sebab para malaikat mengucapkan salam bahagia atas kesalehannya hingga dia dikekalkan dengan pahala yang dia terima pada saat kebangkitan kembali. Maka, dalam kefanaan yang ditimbulkan oleh maut,dia baka melalui keabadian pahala.
Suatu hari, seorang tua datang kepada Syaqiq dan berkata kepadanya : “Wahai Syaikh, aku telah banyak berbuat dosa, dan sekarang ingin bertobat.” Syaqiq berkata : “Kau terlambat datang.” Orang tua itu menjawab : “Tidak, aku datang segera, meskipun dia mungkin terlambat datang.” Diriwayatkan bahwa tobatnya Syaqiq terjadi begini, bahwa suatu ketika ada kelaparan di Balkh, dan orang-orang saling makan daging orang lain. Sementara kaum Muslim mengalami kepahitan hidup, Syaqiq melihat seorang pemuda tertawa-tawa dan berhura-hura di pasar. Orang-orang berkata : “Mengapa engkau tertawa? Tidakkah engkau malu bergembira ketika orang lain berdukacita?” pemuda itu berkata : “Aku tak punya kesusahan. Aku seorang hamba sahaya dari seorang yang mempunyai dusun pribadi, dan dia telah membuatku tak perlu lagi memikirkan semua kebutuhan hidupku.” Syaqiq berseru : “Wahai Tuhan seru sekalian alam, pemuda ini terlalu bergembira karena mempunyai seorang tuan yang mempunyai sebuah dusun, tetapi Engkau adalah Raja dari segala raja, dan Engkau telah berjanji untuk memberi kami roti makanan kami sehari-hari dan bagaimanapun juga kami telah mengisi hati kami dengan semua kesusahan ini karena kami hanyut dengan hal-hal duniawi.” Dia berpaling kepada Tuhan dan mulai menempuh jalan kebenaran, dan tak pernah dirinya bersedih lagi mengenai roti makanan sehari-harinya. Sesudah itu dia biasa mengatakan : “Aku murid dari seorang pemuda, semua yang kupelajari berasal darinya.” Kerendahan hatinya menyebabkan dia mengatakan hal demikian.
Dikutip dari "Kasyiful Mahjub" oleh Al-Hujwiri