Abu Sa’id Fadhlallah bin Muhammad Al-Mayhani

Dituturkan oleh Al-Hujwiri dalam kitabnya Kasyful Mahjub.

Dia adalah sultan pada zamannya, dan hiasan jalan mistik. Semua orang sezamannya bergantung kepadanya, ada yang melalui persepsi-persepsi mereka yang bagus, dan ada yang melalui kepercayaan mereka yang sahih, serta ada yang melalui pengaruh kuat perasaan-perasaan ruhani mereka. Dia alim dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan.dia mempunyai pengalaman keagamaan yang menakjubkan dan kekuatan yang luar biasa untuk membaca pikiran-pikiran rahasia manusia. Di samping itu, dia mempunyai banyak kekuatan dan bukti yang menakjubkan, yang akibat-akibatnya nyata pada saat ini. Dulunya dia hidup di Mihna (Mahyana) dan datang ke Sarakhs guna belajar. Dirinya merasa tertarik kepada Abu ‘Ali Zahir, yang darinya ia belajar dalam satu hari sebanyak tiga mata kuliah, dan ia bisa menggunakan waktunya yang lain dalam ibadah. Wali di Sarakhs pada saat itu adalah Abul Fadl Hasan. Suatu hari, ketika Abu Sa’id sedang berjalan di tepi sungai Sarakhs, Abul Fadl bertemu dengannya dan mengatakan : “Jalanmu bukanlah yang sedang kau lalui; ambillah jalanmu sendiri.” Syaikh itu tidak menggabungkan diri dengannya, tetapi kembali ke kota kelahirannya dan hidup zuhud sehingga Tuhan membukakan baginya pintu petunjuk dan mengangkatnya ke peringkat tertinggi.
 
Abu Sa’id Fadhlallah bin Muhammad Al-Mayhani
Aku mendengar kisah berikut dari Syaikh Abu Muslim Farisi : “Aku selalu,” dia mengatakan, “tidak akur dengan Syaikh itu. Suatu ketika, aku pergi mengunjunginya. Jubah tambalanku begitu kotor sehingga seperti kulit. Ketika aku mengadapnya, kujumpai dia duduk di balai-balai mengenakan jubah yang terbuat dari kain linen Mesir. Aku berkata kepada diriku sendiri : ‘Orang ini mengaku menjadi darwisy (faqir) dengan segala hal duniawi (‘ala’iq), sementara aku mengaku darwisy dengan segala keterlepasan dari dunia ini (tajrid). Bagaimana aku bisa sepakat dengan orang ini? Dia membaca pikiranku, dan mendongakkan kepalanya seraya berseru : ‘Wahai Abu Muslim, dan diwan apa engkau telah temukan bahwa nama darwisy digunakan untuk seseorang yang hatinya hidup dalam kontemplasi (musyahadah) kepada Tuhan? ‘yakni orang-orang yang bertafakur tentang Tuhan adalah kaya dalam Tuhan, sementara darwisy-darwisy (fuqara) sibuk dengan penundukan hawa nafsu (mujahadat). Aku bertobat kebanggaanku dan memohon kepada Tuhan untuk mengampuni kesalahanku karena pikiran yang tidak pantas itu.”
 
Dan diriwayatkan bahwa dia berkata : “Tasawuf adalah kelanggengan hati bersama Tuhan tanpa perantara.” Ini menunjuk kepada kontemplasi (musyahadat), yang merupakan kekerasan cinta, dan terisapnya sifat-sifat manusiawi dalam merealisasikan penglihatan akan Tuhan, dan pelenyapan mereka oleh kelanggengan Tuhan.
Pada suatu kesempatan, Abu Sa’id bertolak dari Nisyapur menuju Thus. Sewaktu dia melalui ngarai, kakinya terasa kedinginan. Seorang darwisy yang menyertainya mengatakan : “ terpikir olehku untuk menyobek celanaku (futha) menjadi dua bagian guna membalut kakinya ; tetapi aku tak mampu berbuat demikian, karena futha-ku sangat bagus. Ketika kami sampai di Thus, aku mengikuti pertemuannya dan minta kepadanya untuk menerangkan perbedaan antara bisikan-bisikan setan (was was) dan inspirasi Tuhan (ilham). Dia menjawab : ‘adalah ilham Tuhan yang mendesakmu untuk menyobek futha-mu menjadi dua bagian guna membalut kakiku ; dan merupakan bisikan setan yang mengelabuimu dari berbuat demikian’. ‘Dia menunjukan serangkaian keajaiban semacam ini yang juga dibuat oleh para ahli keruhanian.
 
Sumber : Ali Bin Utsman Al-Hujwiri "Kasyful Mahjub"
Suara Tokoh21
Suara Tokoh Updated at: 7:45 AM
Abu Sa’id Fadhlallah bin Muhammad Al-Mayhani | Suara Tokoh | 5