Soal amaliyah aswaja semacam selamatan, tahlilan, mauludan, manaqiban, haul, tawassul, tabarruk, dan seterusnya, jangan ragukan kalau Ustadz Abdul Somad (UAS) jadi sasaran hajar kelompok wahabi salafi, bukan wahabi politik.
Tapi, bagi kelompok wahabi politis, semacam HTI, PKS, GNPF wa akhowatuha, UAS adalah aset. Tepatnya, UAS adalah aset yang bisa dipakai untuk mengisi ceruk massa yang selama ini tidak bisa direngkuh oleh tokoh-tokohnya karena identitas ideologisnya sudah terdeteksi sejak dini.
Tidak mungkin lah seorang Felix Siauw (HTI), Bachtiar Natsir (GNPF), Firanda Andirja, Khalid Basalamah, Riza Basalamah, Subhan Bawazier dkk (Wahabi Salafi), akan diundang oleh warga NU untuk acara tabligh akbar atau maulidan. UAS bisa melakukan itu karena secara amaliyah, dia musuh mereka semua.
Bukan hanya merangsek ke wahabi salafi, UAS juga bisa masuki kelompok wahabi jihadis hingga wahabi trans-nasional semacam Felix, Ismail Yusanto, Mardani Ali Sera, dkk. Jadi, ketika ada basis NU yang tidak bisa ditembus mereka (minhum), melalui UAS lah jalan jadi terbuka. UAS membuka pintu, minhum yang masuk, dan, taraaaa, mereka tinggal follow up. Begitu.
Bagi kalangan NU awam atau mengawam kan dirinya karena tak mau tahu soal peta geo politik internasional, UAS bisa dianggap sebagai aset untuk “menembak” wahabi. Tapi bagi kalangan minhum (sak liyan-e NU), UAS adalah aset untuk “merangsek” masuk ke ceruk NU dengan mudah. Jadi, UAS itu senjata yang bisa dipakai untuk “nyolek” NU dan “nyuleg” wahabi sekaligus.
Karena UAS hanya bermisi ingin menyatukan (meski tidak punya tawaran konsep persatuan), ia mudah bergaul dan bergumul dengan semua kalangan tanpa batas ideologi, ormas dan partai politik. Kesan yang Anda terima, UAS jadi sosok yang luwes, pemersatu bangsa, penceramah cerdas (karena tidak ada yang tidak bisa dijawab olehnya) hingga nge-trend.
Di NU, UAS dengan mudahnya akan bicara soal ke-Aswaja-an. Di Muhammadiyah, UAS bisa enteng ngomong soal kemoderenan. Di FPI, UAS juga bisa fasih bicara soal amar ma’ruf nahi munkar. Saat diundang HTI, UAS kelihatan sangat lancar membicarakan khilafah hingga mengajak bai’at dan berani menuduh Kanjeng Nabi tidak bisa mewujudkan Islam rahmatan lil alamin tanpa khilafah ala manhajin nubuwah, sebuah keyakinan yang sangat bertentangan dengan harakah NU, Muhammadiyah dan bahkan FPI.
Sebagai perbandingan saja, simaklah tema utama ceramah Gus Muwafiq. Beliau tidak pernah beranjak dari misi ceramah ke-Nusantara-an dan kebangsaan. Habib Luthfi juga demikian. Dalam ceramahnya, beliau tidak pernah bergeser dari tema utama NKRI Harga Mati dan mahabbah. Begitu pula Kiai Said Aqil. Ketum PBNU itu kalau ceramah selalu menawarkan perpaduan konsep nasionalisme dan religiositas. Dan belakangan plus tema Islam Nusantara.
Beliau-beliau ini bukannya tidak ngalim terus akhirnya menggelar tanya jawab dan dijawab semuanya dan harus bisa dijawab. Tapi dalam ceramah, ada konsistensi pesan yang harus disampaikan sebagai misi utama dakwah. Dan UAS tidak memiliki misi ideologis dalam ceramah dan syiar dakwahnya kecuali untuk kepentingan ukhuwah (persaudaraan).
Sumber: http://www.badriologi.com/…/ukhuwah-somadiyah-yang-diekseku…
Namun, saya melihat, basis ukhuwah yang dilemparkan UAS sebagai alasan untuk masuk dan berdakwah kepada semua kelompok dan golongan umat Islam tidak visioner. Di NU, ukhuwah dibagi sangat banyak dan jelas landasan epitemoligisnya. Ada ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, ukhuwah basyariyah, ukhuwah insaniyah, dll., yang punya konsekuensi sikap masing-masing. Hanya UAS lah yang paham maksud ukhuwah ala dirinya, saya sebut kemudian sebagai ukhuwah Somadiyah (menurut Abdul Somad saja).
Karena ketidakjelasan basis ideologi ukhuwah Somadiyah yang diperjuangkan UAS itulah, Somader bisa muncul dari kalangan kiai, habaib, santri, masyarakat urban kota, wong ndeso, bahkan muncul dari golongan paling tidak peduli ideologi, elite politik praktis. Mereka hanya butuh harga dan massa, bukan? UAS berharga bagi mereka karena punya massa, meski tidak jelas basisnya di mana, kecuali di medsos.
Ukhuwah Somadiyah tidak sungkan didekati oleh kalangan eks HTI pasca bubar jalan. HTI memiliki tim khusus menekan UAS agar bisa menjadi aset demi melancarkan kepentingan ideologisnya. Wajar jika simbol bendera HTI yang diklaim sebagai bendera Rasulullah dibawa sampai ke Jepara oleh timnya sebelum UAS manggung pada Sabtu malam, 1 September 2018.
Somader pebisnis seperti pemilik Toha Putra Semarang, Jenang Mubarok Kudus, Al-Bukhori Jepara pun tak risih menjadi partner sponsorship dimana UAS memperluas followers nya. Ya, followers, bukan santri. Kalau ada yang mengaku sebagai santrinya UAS, saya mau ngopi dengannya. Akan saya tanyakan banyak hal untuk membuktikan dia santrinya UAS. Termasuk KTA-nya. Hahaha
Dukungan yang didapatkan UAS dari banyak kalangan itulah yang membuat perannya mirip jasus (mata-mata, intelijen); masuk ke semua lini. Kalau untuk ukhuwah, apa bukti yang ia hasilkan selama ini selain followers? Ditolak sana-sini? Berjuang untuk khilafah saja UAS tidak tuntas seperti Felix yang dipenuhi kebenaran ilahi. Disebut ingin menyatukan semua umat Islam, apa wadah yang dimiliki UAS? Bagaimana cara mengukur keberhasilan misi sejak dari konten ceramahnya dimulai? Kan nihil.
Jasus itu masuk ke semua kelompok untuk mencari informasi. Seorang da’i bukan jasus, tapi pembawa amanat misi dakwah. Lihatlah, Gus Muwafiq dicari-cari banyak panitia pengajian karena habis ceramah, NU panen mahabbah, pendengar menjadi bangga jadi bagian dari Bangsa Indonesia. Lha Somad? Yang bangga pengundangnya. Bangganya karena unsur popularitas.
Jadi jelas yah, peran utama yang dimanfaatkan oleh Somader wahabi tahriri (HTI) adalah “perintis”. UAS ditunggangi untuk merintis jalan dimana-mana, minhum yang “mengeksekusi” kelanjutannya nanti. Minhumlah nanti yang panen. Walaupun hasil panennya diambil dari ladang subur Nahdliyyin, Muhammadiyyin, Persisiyyin, dll.
Mengatasi identitas UAS, semua dibuat bingung. Hanya berdasarkan ukhuwah Somadiyah, intelijen pun akhirnya sulit nyambung informasinya dengan arah atas varian gerakan politik dan harakah ormas Islam di Indonesia.
Inilah faktor mengapa UAS bisa tembus ke gedung MPR RI, TNI, Polri, Pesantren Ploso, dan lainnya. Iseh gak paham, karepmu!
Sumber : Status FB @Abdalla Badri
0 komentar:
Post a Comment